Tip Menulis

Pengantar Belajar Menulis Kreatif

Blog ini merupakan ruang belajar menulis yang disarikan dari kelas-kelas menulis yang saya ikuti. Kelas-kelas tersebut diampu oleh penulis-penulis yang sudah dikenal baik, karyanya juga bagus dan diakui, di antaranya Maya Lestari Gf, Ari Kinoysan Wulandari, A.S. Laksana.

Bagi rekan-rekan yang ingin serius dan mendaftar di kelas-kelas menulis yang diampu oleh ketiga penulis di atas, silakan dicari infonya di peramban ataupun media sosial. Berikut ini hanya sekelumit tips dan trik praktis yang dibagikan dengan mencantumkan sumbernya. Semoga bermanfaat.

–Syarifah Aini–

Editor in Chief Maslamah Publishing, Writing Coach Dayah Pesantren Baitul Arqam, Sibreh.

Menulis merupakan kegiatan berpikir sangat kompleks, mensyaratkan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Seseorang yang hendak menuliskan sesuatu, harus mampu mengelaborasi pengetahuan, pengalaman, kaidah berpikir, menjadi tulisan yang mampu dipahami banyak orang.

Banyak orang yang mampu menulis, tapi kita tak paham apa yang ia tulis, karena sang penulis belum menguasai kaidah berpikir yang benar.

Jadi, sebelum mengajar menulis, pertama-tama, pondasi berpikir dulu yang harus ditegakkan. Jika ini sudah selesai, maka mau bikin tulisan apa saja, gampang.
Sama seperti arsitek. Jika ia sudah memahami dasar pembangunan pondasi yang benar, mau membuat bangunan seperti apa, setinggi apa, sebesar apa, gampang. (Maya Lestari Gf)

Berikut ini beberapa tips yang diberikan oleh Ari Kinoysan Wulandari:

(1) Rumus 5W dan 1H, itu meliputi:

What: apa ceritanya?

Why: mengapa cerita/peristiwa itu terjadi?

Where: di mana cerita berlangsung?

When: kapan cerita berlangsung?

Who: siapa yang menjadi tokoh ceritanya?

How: bagaimana jalan ceritanya?
Jawaban itulah yang menjadi rangkaian cerita dalam novel.

Secara umum prinsip 5W dan 1H itu bisa dipakai dalam berbagai format penulisan sesuai aturan masing-masing jenis tulisan.

Proses mengganti tulisan adalah hak penulis. Tapi kalau mau cepat dan efektif saat menulis, pastikan outline fix dan tidak mengganti-ganti selama proses penyelesaian.

(2) Agar bisa membuat deadline yang realistis, penulis harus mampu mengukur kapasitas diri. Dengan mengetahui kemampuan diri, kita bisa berhitung dengan tepat berapa lama kita menyelesaikan satu naskah. Ingat naskah yang bisa diperjualbelikan, diikutkan lomba, dipublikasikan, atau diproduksi hanya naskah yang selesai.

Kalau sehari hanya bisa menulis setengah halaman, jangan memaksa target menulis dua halaman. Terasa sulit dan cenderung bikin malas, akhirnya tidak menulis.

Apalagi kalau profesi bukan penulis, rutin setengah halaman sehari saja sudah bagus. Kalau kita memiliki kerja utama lainnya, menulis setengah halaman per hari sudah bagus, setahun bisa selesai satu naskah, ya tidak apa-apa, kita kan bukan berkompetisi, tapi mengeluarkan kemampuan terbaik kita di sisi menulis.

Kalau kita sering merampungkan tulisan sesuai dengan tenggat waktu yang yang kita buat, jadinya lebih pede, terasa ringan. Kemarin bisa kok, hari ini ya bisa, besok ya, bisa lagi lebih mudah; dan karya pun jadi banyak tak terasa.

(3) SWASUNTING (SELF EDITING)

Kalau novel atau tulisan sudah selesai, sudah diendapkan, sudah dibaca orang lain, lakukan editing pribadi. Editing pribadi biasanya meliputi:

1. Judul.
2. Salah ketik dan PUEBI (penulisan harus taat azas).
3. Karakter dan dialog harus sesuai.
4. Bagian opening, isi, ending (jangan sampai bertele-tele).
5. Setting harus jelas.
6. Point of View harus konsisten.
7. Keseluruhan cerita tetap fokus, tidak melebar ke mana-mana.
8. Aturan teknis (standar A4, spasi 1.5, times new roman 12 pt, batas kiri atas 4 cm kanan bawah 3 cm, nomor halaman, nomor footnote bila ada).
9. Kelengkapan naskah (sinopsis, judul, daftar isi, isi naskah, biodata penulis, daftar pustaka/referensi bila ada).
10. Siapkan proposal naskah dan siap untuk “menjual” naskah.

Tiga tips di atas semoga membantu rekan semua untuk mulai menulis, ya.

Sampai jumpa di postingan berikutnya.

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial