Fairuz

Stop Jadi “People Pleasure” dan Mulai Belajar Bilang Tidak

 

Di hari ulang tahun saya ke-24 tepat pada tanggal 20 Januari, saya dihadiahi adik tersayang sebuah buku yang unik dan menjawab sebagian kecil masalah yang sering saya hadapi di kehidupan sehari hari. “Its Okey To Say No” adalah buku self improvement yang sangat menampar saya yang sedang dalam keadaan  merawat kesehatan mental ini agar tetap wajar. Walau konon katanya, bercita-cita menjadi normal adalah hal yang tidak normal.

Buku ini cocok dibaca  mulai remaja hingga dewasa, yang sedang dalam masa quarter life crisis, apalagi orang-orang yang sering  mengiyakan segala hal  dengan alasan tidak enakan, juga cemas jika mengatakan tidak pada hal yang  memang tidak ia sanggupi.  

Salah satu  bagian dalam buku ini yang saya suka yakni bagian “menciptakan batasan”.  Di sana penulis menyampaikan bahwa  untuk membentengi diri dari rasa tidak nyaman, maka batasan untuk diri sendiri dan  batasan apa yang bisa kita terima dari orang lain. Karena  tidak semua apa yang orang  katakan dan lakukan terhadap diri kita, semua harus kita lakukan dan kita masukkan ke dalam hati.  Rasa takut yang ada dalam diri kita  yang tak mampu berkata tidak terhadap hal yang di luar kemampuan kita juga manjadi masalah people pleasure. Walau tampaknya orang yang begini sangat baik dalam dunia kerja, orang ini akan lelah sendiri dan mudah dimanfaatkan dalam hal yang tidak adil.

Saya tertarik dengan pembahasan dalam buku ini tentang bagaimana seorang yang sedang mendengarkan cita-cita, kisah pilu, dan bahkan cerita privasi temannya yang sebenarnya dia sedang tidak ingin menambah beban pikirannya, tapi lagi-lagi orang ini takut dikatakan tidak peduli dan membaut temannya kecewa.  Bagaimana orang ini tetap menjadi pendengar, tetapi dia sulit untuk mengutarakan keadaannya.  Maka dalam keadaan seperti ini, perlu keberanian untuk menyampaikan  dengan baik bahwa momennya tidak pas dan bukan tidak ingin mendengarkan  cerita. Ini juga menjadi hal yang harus kita punya dalam batasan diri.

Buku yang rasanya benar-benar menyampaikan isi hati yang  ingin mengeluh, dan yang biasa mengiyakan segala hal dan merepotkan diri secara berlebihan.  Tak apa mengeluh sesekali agar bukan hanya orang lain yang selalu harus kita pahami, sesekali bolehlah diri ini dipahami.[]

Share it

4,907 Komentar